Allah menciptakan alam semesta (termasuk manusia) tidaklah dengan
palsu dan sia-sia (QS. As-Shod ayat 27). Segala ciptaan-Nya mengandung
maksud dan manfaat. Oleh karena itu, sebagai makhluk yang paling mulia,
sekaligus sebagai khalifah di muka bumi, manusia harus meyadari terhadap
tujuan hidupnya. Dalam konteks ini, al-Qur’an menjelaskan, bahwa
manusia memiliki bebrapa tujuan hidup, diantaranya adalah sebagai
berikut;
Menyembah Kepada Allah (Beriman)
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukanlah ada dengan sendirinya.
Manusia diciptakan oleh Allah, dengan dibekali potensi dan infrastruktur
yang sangat unik. Keunikan dan kesempurnaan bentuk manusia ini bukan
saja dilihat dari bentuknya, akan tetapi juga dari karakter dan sifat
yang dimiliki oleh manusia. Sebagai ciptaan, manusia dituntut memiliki
kesadaran terhadap posisi dan kedudukan dirinya di hadapan Tuhan. Dalam
konteks ini, posisi manusia dihadapan Tuhan adalah bagaikan “hamba”
dengan “majikan” atau “abdi” dengan “raja”, yang harus menunjukan sifat
pengabdiaan dan kepatuhan.
Sebagai agama yang haq, Islam menegaskan bahwa posisi manusia di
dunia ini adalah sebagai ‘abdullah (hamba Allah). Posisi ini menunjukan
bahwa salah satu tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mengabdi
atau beribadah kepada Allah. Yang dimaksud dengan mengabdi kepada Allah
adalah taat dan patuh terhadap seluruh perintah Allah, dengan cara
menjalankan seluruh perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh
larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Dalam hal ini, Allah Swt.
menjelaskan dalam firman-Nya, bahwa tujuan hidup manusia adalah
semata-mata untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat ayat
56 dan QS. Al-Bayyinah ayat 5).
Makan beribadah sebagaimana dikemukakan di atas (mentaati segala
perintah dan menjauhi larangan Allah) merupakan makna ibdah secara umum.
Dalam tataran praktis, ibadah secara umum dapat diimplementasikan dalam
setiap aktivitas yang diniatkan untuk menggapai keridlaan-Nya, seperti
bekerja secara professional, mendidik anak, berdakwah dan lain
sebagainya. Dengan demikian, misi hidup manusia untuk beribadah kepada
Allah dapat diwujudkan dalam segala aktivitas yang bertujuan mencari
ridla Allah (mardlotillah).
Sedangkan secara khusus, ibadah dapat dipahami sebagai ketaatan
terhadap hukum syara’ yang mengatur hubungan vertical-transendental
(manusia dengan Allah). Hukum syara’ ini selalu berkaitan dengan amal
manusia yang diorientasikan untuk menjalankan kewajiban ‘ubudiyah
manusia, seperti menunaikan ibadah shalat, menjalankan ibadah puasa,
memberikan zakat, pergi haji dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan
hidup manusia yang pertama adalah menyembah kepada Allah. Dalam
pengertian yang lebih sederhana, tujuan ini dapat disebut dengan
“beriman”. Manusia memiliki keharusan menjadi individu yang beriman
kepada Allah (tauhid). Beriman merupakan kebalikan dari syirik, sehingga
dalam kehidupannya manusa sama sekali tidak dibenarkan menyekutukan
Allah dengan segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini (Syirik).
Memanfaatkan Alam Semesta (Beramal)
Manusia adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang tertinggi (QS.
at-Tien ayat 4). Sebagai makhluk tertinggi, disamping menjadi hamba
Allah, manusia juga dijadikan sebagai khalifah atau wakil Tuhan dimuka
bumi (QS. al-Isra’ ayat 70). Di samping itu, Allah juga menegaskan bahwa
manusia ditumbuhkan (diciptakan) dari bumi dan selanjutnya diserahi
untuk memakmurkannya (QS. Hud ayat 16 dan QS. al-An’am ayat 165). Dengan
demikian, seluruh urusan kehidupan manusia dan eksistensi alam semesta
di dunia ini telah diserahkan oleh Allah kepada manusia.
Perintah memakmurkan alam, berarti perintah untuk menjadikan alam
semesta sebagai media mewujudkan kemaslahatan hidup manusia di muka
bumi. Al-Qur’an menekankan bahwa Allah tidak pernah tak perduli dengan
ciptaan-Nya. Ia telah menciptakan bumi sebanyak Ia menciptakan langit,
yang kesemuanya dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan lahir dan batin
manusia. Ia telah menciptakan segala sesuatu untuk kepentingan manusia.
Bintang diciptakan untuk membantu manusia dalam pelayaran, bulan dan
matahari diciptakan sebagai dasar penanggalan. Demikian juga dengan
realitas kealaman yang lainnya, diciptakan adalah dengan membekal maksud
untuk kemaslahatan manusia.
Untuk menjadikan realitas kealaman dapat dimanfaatkan oleh manusia,
Allah telah membekalinya dengan potensi akal. Di samping itu, Allah juga
telah mengajarkan kepada manusia terhadap nama-nama benda yang ada di
alam semesta. Semua ini diberikan oleh Allah adalah sebagai bekal untuk
menjadikan alam semesta sebagai media membentuk kehidupan yang sejahtera
lahir dan batin. Dalam hal ini Allah menegaskan bahwa manusia harus
mengembara dimuka bumi, dan menjadikan seluruh fenomena kelaman sebagai
pelajaran untuk meraih kebahagian hidupnya (QS. Al-Ankabut ayat 20 dan
QS. Al-Qashash ayat 20).
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat jelas bahwa dalam
kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk memakmurkan alam semesta.
Implementasi tujuan ini dapat diwujudkan dalam bentuk mengambil i’tibar
(pelajaran), menunjukan sikap sportif dan inovatif serta selalu berbuat
yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Dalam konteks hubungannya
dengan alam semesta, dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan untuk
melakukan kerja perekayasaan agar segala yang ada di alam semesta ini
dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan kata lain, tujuan hidup
manusia yang semacam ini dapat dikatakan dengan tujuan untuk “beramal”.
Membentuk Sejarah Dan Peradaban (Berilmu)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, Allah menciptakan alam semesta
ini dengan pasti dan tidak ada kepalsuan di dalamnya (QS. Shod ayat
27). Oleh Karena itu, alam memiliki eksistensi yang riil dan obyektif,
serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap (sunnatullah). Di
samping itu, sebagai ciptaan dari Dzat yang merupakan sebaik-baiknya
pencipta (QS. al-Mukminun ayat 14), alam semesta mengandung nilai
kebaikan dan nilai keteraturan yang sangat harmonis. Nilai ini
diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia, khususnya bagi
keperluan perkembangan sejarah dan peradabannya (QS. Luqman ayat 20).
Oleh karena itu, salah satu tujuan hidup manusia menurut al-Qur’an di
muka bumi ini adalah melakukan penyelidikan terhadap alam, agar dapat
dimengerti hukum-hukum Tuhan yang berlaku di dalamnya, dan selanjutnya
manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri, demi
kemajuan sejarah dan peradabannya.
Proses pemanfaatan alam semesta dalam kehidupan manusia diwujudkan
dengan perbuatan dan aktivitas riil yang memiliki nilai guna. Perbuatan
atau aktivitas riil yang dijalankan manusia dimuka bumi ini selanjutnya
membentuk rentetan peristiwa, yang disebut dengan “sejarah”. Dunia
adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau rajanya.
Hidup tanpa sejarah adalah kehidupan yang dialami oleh manusia setelah
kematian. Karena dalam kehidupan pasca kematian manusia hanya diharuskan
mempertanggungjawabkan terhadap sejarah yang telah dibuat atau dibentuk
selama dalam kehidupannya di dunia. Dengan demikian, dalam kehidupannya
di dunia, manusia juga memiliki tujuan untuk membentuk sejarah dan
peradabannya yang baik, dan selanjutnya harus dipertanggungjawabkan di
hadapatn Tuhannya.
Urain dapat membentuk sejarahnya, manusia harus selalu iqra’ atau
membaca alam semesta. Dengan kata lain, manusia harus menjadikan alam
semesta sebagai media mengembangkan ilmu dan pengetahuannya. Oleh karena
itu, tujuan manusia membentuk sejarah dan peradaban ini dapat dikatakan
sebagai tujuan menjadi manusia yang “berilmu”.
Berdasarkan uraian tentang tujuan-tujuan hidup manusia di atas, dapat
ditarik benang merah, bahwa menurut al-Qur’an manusia setidaknya
memiliki 3 tujuan dalam hidupnya. Ketiga tujuan tersebut adalah;
pertama, menyembah kepada Allah Swt. (beriman). Kedua, memakmurkan alam
semesta untuk kemaslahatan (beramal) dan Ketiga, membentuk sejarah dan
peradabannya yang bermartabat (berilmu). Dengan kata lain, menurut
al-Qur’an, tugas atau tujuan pokok hidup manusia dimuka bumi ini
sebenarnya sangatlah sederhana, yakni menjadi manusia yang “beriman”,
“beramal” dan “berilmu”. Keterpaduan ketiga tujuan hidup manusia inilah
yang menjadikan manusia memiliki eksistensi dan kedudukan yang berbeda
dari makhluk Allah lainnya.
Oleh Mukhtar Salim, M.Ag
Direktur LKIM Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar